Rabu, 11 Maret 2009

GAIRAH MALAM PARA SUFI


By : M. Maulana Nur Kholis *

“Waktu adalah pedang” begitulah pepatah arab mengatakan. Ini menunjukkan bahwa selamat tidaknya seseorang hidup di dunia tergantung dari kehidupannya dalam memanfaatkan waktu, bahwa standar seseorang dikatakan untung atau rugi adalah dari kepandaiannya dalam memanfaatkan waktunya, makanya ada hadits yang mengatakan: “barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang rugi”. Waktu adalah karunia allah swt yang sangat mahal. Dalam alqu’ran saja allah swt bersumpah dengan menggunakan waktu. Secara nominal alqur’an menyebutkan malam (al lail) 73 kali, siang (an nahr) 53 kali, pagi (al ghuduw) 3 kali, pagi (bukrotan) 7 kali, petang (al ashal) 3 kali, petang (al ashilan) 4 kali, petang (as syiyan) 2 kali, as shubh 4 kali, al fajr 6 kali, jumlah keseluruhan adalah 155, plus sekali penyebutan al ashr (masa). Dari penghitungan tersebut penyebutan kata malam (al lail) adalah penyebutan terbanyak, ini mengisyaratkan bahwa waktu malam merupakan waktu yang spesial, waktu yang berbeda dengan waktu yang lain, waktu yang mana allah swt meletakkan dan memberikan sesuatu yang istimewa di waktu malam, oleh karena itu kita kenal malam lailatulqadar, malam yang mana allah swt memberikan kebaikan atau pahala lebih baik dari ibadah seribu bulan. Oleh karenanya juga kita kenal qiyamullail (shalat malam), yang mana nabi Muhammad saw. Bersabda : “ Allah swt turun ke langit bumi ketika sepertiga malam terakhir dan berkata : siapa yang berdo’a akan saya kabulkan, siapa yang meminta akan saya beri dan siapa yang meminta ampun akan saya maafkan “.

Waktu malam juga merupakan waktu yang sangat penting bagi suami istri, bagi pria dan wanita. Bagi mereka waktu malam adalah waktu yang sangat tepat untuk berkencan, untuk berduaan, untuk bernostalgia, untuk beromantis, untuk bercinta bahkan untuk bersenggama. Andaikata waktu malam banyak dihabiskan bagi mereka berdua untuk bercinta, bernostalgia dan lain sebagainya sebagaimana dilakukan banyak orang pada umumnya (awam), maka berbeda dengan kaum sufi, para ulama’ dan salafussalihin (khowas), waktu malam bagi meraka banyak digunakan dan dihabiskan untuk ibadah, mereka habiskan untuk bernostalgia, bercinta dan berdua dengan allah dengan shalat malam, berdzikir, bermunajat, berkholwat dan berdo’a, mereka tidak ingin waktu malam yang singkat ini berlalu begitu saja tanpa makna, oleh karena itu kita lihat para kaum sufi sejati mulai dari nabi Muhammad saw, para sahabat, tabi’in dan para ulama’ hatta nabi-nabi terdahulu sangat memperhatikan waktu malam dalam membagi, menggunakan dan memanfaatkannya dengan berbagai amal ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada allah swt. Nabi saw bersabda : “ sebaik-baik shalat di sisi allah adalah shalat nabi dawud as dan sebaik-baik puasa di sisi allah adalah puasa nabi dawud as yaitu : setengah malam untuk tidur dan sepertiga malam untuk shalat …..”.

Ketika sang surya mulai tenggelam di ufuk barat, kaum sufi mulai membuka sajadah, kegembiraan mereka mulai bersinar, semangat dan gairah mereka mulai memuncak, dan apabila fajar mulai terbit kegembiraan mereka mulai surut, kesedihan menyelimuti mereka sampai-sampai ada yang bosan hidup gara-gara terbitnya fajar. Ali bin bakar berkata : selama empatpuluh tahun tidak ada yang membuat saya sedih kecuali terbitnya fajar. Al fudail bin I’yad berkata : ketika matahari mulai tenggelam, saya merasa gembira dengan kegelapan karena dapat berdua (kholwat) dengan allah, dan ketika fajar mulai terbit saya merasa sedih karena banyaknya orang yang berbondong-bondong ke saya yang dapat menggangu ibadah saya. Abu sulaiman berkata : mereka yang ahli qiyamullail di waktu malam lebih nikmat dari mereka yang berfoya-foya dengan kesenangannya, andaikata tidak ada malam saya benci hidup di dunia.

Tentang betapa pentingnya waktu malam untuk digunakan qiyamullail (shalat malam) dapat kita lihat dari ahwal kaum sufi yang sangat antusias, semangat dan bergairah dalam menghabiskan waktu malamnya untuk qiyamullail, semisal nabi Muhammad saw karena saking seringnya qiyamullail sampai kaki beliau bengkak/terbelah, lalu ditanya : kenapa anda melakukan itu padahal dosa anda sudah diampuni allah ? nabi menjawab :” apakah salah kalau saya menjadi seorang hamba yang besyukur “. Syaidah Aisyah ra ditanya tentang shalat nabi di waktu malam, beliau menjawab : shalat nabi terkadang tujuh raka’at, Sembilan raka’at, sebelas raka’at. Ibnu abbas ra juga pernah ditanya tentang shalat nabi, beliau menjawab : shalat nabi tigabelas raka’at.

Kalau nabi saw saja begitu semangat dan istiqomah dalam qiyamullail, maka para shahabatpun tidak ketinggalan sampai-sampai dijadikan sebagai competisi dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Malaikat jibril pernah berkata kepada nabi : sebaik-baik hamba adalah Ibnu Umar andaikata mau shalat malam, lalu nabi memberitahu ibnu umar berita tersebut, dan setelah itu ibnu umar tidak pernah meninggalkan shalat malam. Nafi’ berkata : setiap kali ibnu umar sedang qiyamullail beliau meminta saya untuk mengingtkan waktu sahur, dan ketika sudah masuk waktu sahur beliau duduk lalu membaca istigfar sampai terbit fajar. Shahabat nabi Mu’ad bertanya kepada Abu Musa : apa yang kamu perbuat di waktu malam ? abu musa menjawab : saya shalat malam dan tidak tidur dan membaca al-quran sebanyak-banyaknya, lalu mu’ad menyahut : kalau saya, saya bagi malam saya untuk tidur dan untuk qiyamullail dan saya niati tidur saya untuk qiyamullail, lalu mereka menceritakan kepada nabi, lalu nabi menjawab : mu’ad lebih pandai dari kamu. Shahabat nabi Salman suatu hari bertamu ke rumah abu darda’, lalu istri abu darda’ memberitahu salman bahwa abu darda’ kalau siang berpuasa dan kalau malam beliau qiyamullail, kemudian di suatu malam abu darda’ pergi untuk qiyamullail lalu salman berkata : tidurlah dulu !, lalu beliau tidur kemudian pergi lagi untuk qiyamullail, lalu salman berkata : tidurlah dulu !, lalu beliau tidur, dan ketika mulai shubuh mereka bangun dan shalat bersama kemudian salman berkata : sesungguhnya badanmu punya hak, tamumu juga punya hak, keluargamu juga punya hak, maka berikanlah segala sesuatu sesuai dengan haknya, lalu meraka bercerita kepada nabi lalu nabi menjawab : benar apa yang dikatakan salman.

Kalau para shahabat nabi berlomba-lomba dalam qiyamullail, maka para tabi’in dan salafussalihin tidak kalah dengan mereka. Semisal, Abu al juwairiyah berkata : selama enam bulan saya bertemu abu hanifah saya tidak pernah melihat beliau meletakkan punggungnya di atas bumi. Abu hanifah kalau malam menghabiskan setengah malamnya untuk qiyamullail, kemudian suatu hari beliau bertemu dengan suatu kaum, mereka berkata : orang ini menghabiskan seluruh malamnya untuk qiyamullail, lalu beliau berkata : saya merasa malu kalau orang membicarakan tentang saya yang tidak saya perbuat, setelah itu beliau menghabiskan seluruh malamnya sampai-sampai diriwayatkan beliau tidak punya ranjang untuk malamnya. Ar rabi’ berkata : hampir setiap malam saya bermalam di rumah imam syafi’i, saya melihat beliau tidak pernah tidur malam kecuali sebentar. Diriwayatkan juga bahwa imam syafi’i membagi malamnya menjadi tiga bagian : sepertiga malam untuk muthola’ah dan muraja’ah, sepertiga malam untuk sholat malam, dan sepertiga malam untuk tidur. Suatu malam Sufyan at tsauri merasa kenyang lalu berkata : himar (keledai) kalau makannya ditambah, maka geraknyapun juga bertambah, lalu malam itupun beliau shalat malam sampai pagi. Al fudail berkata : saya akan menyambut malam dengan lamanya dan saya akan mulai dengan al quran sampai pagi dan saya tidak akan memenuhi keinginan nafsu saya.

Dari sekilas hikayat ahwal kaum sufi sejati mulai dari nabi saw, para shahabat, tabi’in dan salafussalihin dapat kita lihat betapa spesialnya waktu malam bagi mereka sampai ada yang menghabiskan seluruh waktu malamnya. Imam al qhozali membagi mereka yang menggunakan malamnya untuk qiyamullail menjadi tujuh level : (1).Level pertama mempergunakan seluruh malam untuk qiyamullail, mereka inilah yang shalat shubuh dengan wudlu isya’. (2).Level kedua mempergunakan setengah malam untuk qiyamullail. (3).Level ketiga mempergunakan sepertiga malam untuk qiyamullail. (4).Level keempat mempergunakan seperlima atau seperenam malam untuk qiyamullail. (5).Level kelima tidak memperhatikan waktunya, akan tetapi mulai qiyamullail sejak malam yang pertama sampai terasa ngantuk, lalu bila sudah bangun berdiri lagi untuk qiyamullail dan jika masih ngantuk kembali lagi ke ranjangnya. (6).Level keenam berdiri untuk qiyamullail kira-kira empat /dua raka’at atau duduk sesaat untuk berdzikir. (7).Level ketujuh dan yang terakhir qiyamullaail ketika sebelum shubuh yaitu ketika waktu sahur.

Kalau seperti itu ahwal mereka dalam memanfaatkan malamnya untuk qiyamullail, lalu bagaimana dengan kita, apakah hanya tidur saja ataukah hanya bergadang ? ala kulli hal walaupun kita tidak dapat menggunakan seluruh malam untuk qiyamullail setidaknya kita tidak melalaikan shalat malam walau hanya seraka’at atau dua raka’at mengingat begitu istimewa dan pentingnya qiyamullail (shalat malam). Semoga kita menjadi hamba yang dapat beristiqomah (kontinyu) dalam qiyamullail walau hanya sesaat semoga !.

*penulis adalah warga jatmnu yang cinta para sufi tapi bukan seorang sufi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar