Kamis, 12 Maret 2009

Cinta adalah Mortar dari Semua Do’a


Maulana Syaikh Muhammad Nazhim Adil al-Haqqani
dalam Mercy Oceans book RISING SUN


Ketika kami menuju ke masjid hari ini, Saya melihat sebuah billboard dengan tulisan, “Setiap Orang Perlu Standard.” Saya tidak mengerti apa maksudnya, tetapi kemudian lampu lalu lintas menjadi merah dan kami berhenti tepat di depan tanda itu. Kemudian Saya perhatikan lebih cermat dan ternyata seseorang telah berbuat iseng terhadap tanda itu dan dengan pulpen dia telah mencoret kata “Standard” dan menggantinya dengan “Cinta, bukan Standard” sehingga billboard itu berbunyi “Setiap Orang Perlu Cinta, bukan Standard”

Jika seseorang membuka diri terhadap hikmah dari segala sisi, sehingga, Subhanallah, vandalisme tadi malah memberi Saya sebuah topik untuk dibicarakan pada hari ini. Ya, orang itu benar, dan ini mengingatkan kita terhadap sabda Rasulullah , ketika beliau berdo’a, “Ya Allah , aku memohon kepada-Mu, anugerahkanlah aku dengan Cinta-Mu dan cinta dari orang-orang yang Engkau cintai. Ya Allah , anugerahkanlah aku dengan perbuatan yang mengantarkan aku kepada Cinta-Mu.”

Memohon kepada Allah untuk membukakan hati kita terhadap Cinta Ilahi-Nya adalah permohonan yang paling penting yang bisa kita lakukan dalam do’a kita, karena tidak ada yang bisa menggantikan tempat bagi cinta. Rasulullah, yang disebut sebagai Kekasih Allah , yang diciptakan dari saripati cinta, dan sangat dicintai Allah sehingga seluruh ciptaan-Nya didedikasikan untuknya--memohon agar dianugerahkan Cinta Ilahi—mengapa? Karena siapa pun yang merasakan cinta itu, pasti akan memintanya lebih banyak lagi. Siapa yang berhati batu tidak akan meminta Allah memberikan cinta ini, tetapi orang-orang yang bisa merasakan cinta itu tahu bahwa itu adalah kunci bagi semua kemajuan spiritual, kunci terhadap rahmat, keindahan, hikmah, dan kunci bagi semua nikmat yang dapat dianugerahkan Tuhan kepada hamba-Nya. Oleh sebab itu Rasulullah mengajarkan setiap manusia apa yang berharga dalam kehidupan ini.

Selanjutnya beliau berdo’a, “dan anugerahkanlah aku dengan cinta dari orang-orang yang mencintai-Mu.” Level pertama, “Cinta Ilahi”, adalah maqam para Rasul, kalian tidak bisa melompat dari tangga terbawah menuju tingkat tertinggi dalam satu langkah. Allah bersifat transendental, kalian bahkan tidak bisa memulai mengukur sesuatu mengenai Allah tetapi mudah untuk mencintai orang yang mewakili Cinta-Nya di antara semua ummat manusia, karena bagi kita sangat lebih mudah untuk mulai mengerti dan mencintai manusia seperti diri kita. Kalian tidak akan menemukan apa-apa dalam hati mereka, kecuali Cinta Ilahi; oleh sebab itu mencintai mereka merupakan suatu jalan untuk mendekati Cinta Ilahi.

Terakhir, Rasulullah memohon kecintaan untuk melakukan perbuatan yang dapat mengantarkannya kepada Cinta Ilahi, perbuatan yang dapat membawa berkah, yang melembutkan hati kita dan melemahkan sifat serakah dan egois. Ini adalah perbuatan yang dianjurkan oleh Tuhan kita melalui teladan dari para Rasul-Nya, perbuatan yang direkomendasikan dalam seluruh Kitab Suci-Nya. Dan, walaupun pada awalnya keadaan diri kita tidak cocok dengan perbuatan mulia ini, dengan menyingsingkan lengan kita terhadap apa yang diridhai oleh Allah , Dia akan memperkuat hati kita.

Ini adalah ketiga tingkatan cinta yang diminta oleh Rasulullah dalam do’anya, dan hikmah yang terpancar dari do’a ini sudah cukup menjadi bukti ketulusan Rasulullah Muhammad . Sementara orang-orang beriman harus selalu memohon cinta itu, Setan selalu menyatakan perang terhadap niat seperti itu, karena dia tahu bahwa bila cinta itu telah memasuki hati salah satu budaknya, dia akan kehilangan budak itu, karena dia tidak dapat menariknya kembali dengan segala kesenangan dunia ini. Orang yang telah merasakan cinta itu bahkan tidak akan memperhatikan kesenangan tersebut, atau hanya menganggapnya sebagai satu tetes dalam samudra.

Suatu ketika Nabi Musa as pergi ke Gunung Sinai, beliau melewati sebuah gua seorang pertapa. Pertapa itu bangkit dan memanggil Nabi Musa, “Wahai Musa, katakanlah kepada Allah agar aku dianugerahkan Cinta Ilahi-Nya, cukup seberat sebutir atom saja.” Nabi Musa mengiakannya. Lalu beliau melanjutkan perjalanannya. Kemudian, ketika Nabi Musa berbicara kepada Tuhannya, beliau menyampaikan do’a pertapa tadi. Allah menjawabnya, “Aku akan memberikannya Cinta Ilahi-Ku, tetapi tidak sebesar yang dia minta. Aku hanya akan memberikan satu bagian terkecil dari sebutir atom cinta itu.”

Ketika Nabi Musa kembali dari gunung, beliau dengan cepat pergi untuk melihat apa yang terjadi dengan pertapa tadi, untuk mengetahui bagaimana efek dari dosis terkecil dari Cinta Ilahi yang bisa terjadi pada dirinya. Ketika beliau tiba, beliau melihat bagian gunung yang menjadi gua itu telah hancur-lebur dan di sana terdapat sebuah jurang yang sangat dalam. Beliau berteriak, “Wahai hamba Allah , apa yang terjadi, di mana kamu?” Lalu Nabi Musa melihat ke dalam jurang dan melihat pertapa itu duduk di sana seolah-oleh dia berada di dunia lain, sepenuhnya tenggelam dalam cintanya.

Mengapa pertapa itu meminta seporsi Cinta Ilahi? Karena dia telah melakukan ibadah, namun tidak merasakan apa-apa, dia merasakan kekosongan dalam hatinya dan hanya bisa dipenuhi dengan cinta itu. Tanpa cinta, ibadah terasa hambar dan tidak berguna; oleh sebab itu, kita harus yakin bahwa ibadah kita didirikan di atas pondasi cinta yang kuat, mengolah cinta itu menjadi dinding dari bangunan yang menjadi praktek ibadah kita. Ini lebih dari sekedar analogi, karena bangunan fisik pun terasa hidup dengan perasaan cinta orang-orang yang membangunnya atau sebaliknya, mati karena kekerasan hatinya… Oleh sebab itu, bangunan tua seringkali menimbulkan perasaan tentram karena cinta dan kebaikan dari orang-orang yang membangunnya. Hal ini khususnya terasa pada masjid atau gereja tua, karena para pendirinya membangun tempat itu dengan alasan yang sama, yaitu mendapat kecintaan Allah dan dengan keshalehan yang tulus. Di masjid-masjid tua sering timbul perasaan Kehadirat Ilahi, tetapi pernahkah kalian merasakan atmosfer seperti itu di masjid dengan arsitektur modern dan steril? Tidak, mustahil, kalian hanya akan merasakan padatnya bangunan beton itu. Mereka telah mengeluarkan cinta dari mortar, bahan paling penting telah hilang.

Nabi ‘Isa membawa Cinta Ilahi—seluruh Rasul membawa aliran Cinta, tetapi sebagian besar orang menjauhi mereka… jadi yang menjadi misi orang-orang suci, seluruh Guru Sufi, jalan surgawi adalah memberikan aliran cinta itu kepada orang yang memintanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar