Selasa, 07 April 2009

Menikmati Kesederhanaan


August 25th, 2008 by azhalea

Oleh Syarif Hade Masyah

Suatu kali Umar bin Al-Khattab RA berkunjung ke rumah Rasulullah SAW. Kala itu Umar mendapati Nabi sedang berbaring di atas tikar yang sangat kasar. Saking kasarnya alas tidur Nabi itu, anyaman tikarnya membekas di pipi beliau. Meski begitu, tidak semua tubuh beliau beralas tikar, karena sebagiannya lagi beralas tanah. Bantal yang beliau gunakan pun pelepah kurma yang keras.

Melihat pemandangan tak seharusnya, kontan Umar menangis. “Kenapa Anda menangis?” tanya Rasulullah. “Bagaimana saya tidak menangis? Alas tidur itu telah menorehkan bekas di pipi Anda. Anda ini Nabi sekaligus kekasih Allah. Mengapa kekayaan Anda hanya seperti yang saya lihat sekarang ini? Apa Anda tidak melihat bagaimana Kisra (Raja Persia) dan Kaisar (Raja Romawi) duduk di atas singgasana emas dan berbantalkan sutra terindah?” jawab Umar yang sekaligus balik bertanya. Apa jawab Nabi? “Mereka ingin menghabiskan kenikmatan dan kesenangan sekarang ini. Padahal kenikmatan dan kesenangan itu cepat berakhir. Berbeda dengan kita. Kita lebih senang mendapat kenikmatan dan kesenangan itu untuk hari nanti.”

Nabi telah memberi contoh dan teladan mulia dalam sikap sederhana. Catatan sejarah menunjukkan beliau tidak memiliki perabot rumah tangga biasa, apalagi yang mewah. Makanan favorit beliau hanya roti kering, segelas air putih, dan satu–dua butir kurma. Itu pun sudah beliau anggap sebagai kemewahan. Padahal, berdasarkan pengakuan beliau dalam suatu hadis, jika beliau mau, maka Gunung Uhud akan dijadikan gunung emas oleh Allah, yang dipersembahkan sepenuhnya untuk beliau.

Menyerukan sikap sederhana tidak akan berhasil bila penyerunya tidak mempraktikkannya. Belakangan kita banyak melihat orang yang menggembar-gemborkan hidup hemat, meski sikap hidupnya tidak menunjukkan apa yang diserukannya. Mobilnya lebih dari satu, rumahnya ada di mana-mana, perlengkapan rumahnya serba mewah, watt untuk perabotan elektroniknya luar biasa, dan pakaiannya impor semua. Padahal, menurut seorang tabiin, seseorang dikategorikan boros jika dalam hal makanan dan berpakaian, dia selalu menuruti keinginannya. Rasulullah SAW juga bersabda, “Dunia itu diperuntukkan untuk pecintanya. Siapa yang mengambil dunia lebih dari batas kecukupannya, maka tanpa terasa dia telah merenggut ajal kematiannya.” (HR Al-Bazzar).

Sekarang kita sedang merasakan ajal kematian akibat sikap konsumtif dan boros pada listrik dan BBM. Sikap seperti itu biasanya dilatari oleh keinginan terlihat mewah yang sering kali membuat seseorang lupa diri. Sebagian kita bahkan tak segan meraih keinginan itu dengan cara yang tidak dibenarkan. Padahal, godaan untuk sikap hidup seperti itu tak ada habisnya. Allah SWT berfirman, “Bermegah-megahan telah melalaikan kalian sampai kalian masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu! Kelak kalian akan mengetahui akibat perbuatan kalian itu. Janganlah begitu! Kelak kalian akan mengetahuinya.” (QS 108: 1-4).

Kita tidak hanya hidup untuk hari ini. Semua yang kita miliki jangan dihabiskan sesuka hati. Kita masih mempunyai anak–cucu yang juga ingin mewarisi apa yang sudah kita raih. Sederhana itu suatu pilihan; pilihan untuk menjalani hidup yang terfokus pada apa yang benar-benar berarti dan membebaskan diri dari segala belenggu yang tidak perlu. Ini yang membedakannya dari miskin. Sederhana asal melimpah berkah lebih mulia daripada mewah membawa petaka.

sederhana.

begitulah satu kata yang menggambarkan keluarga yang aku ingin bina suatu saat nanti.

hidup apa adanya, berpijak pada prinsip-prinsip Islam, Al-Qur’an dan sunnah Rasul

menjalani hidup ikhlas hanya karena pengharapan terhadap Ridho Allah, Rabbul Izzati.

aku, suamiku, anak-anakku kelak…aku ingin berjuang di jalan-Nya

sekarang memang aku hanya ngomong, bicara, nulis, tanpa realisasi yang jelas.

tapi ini cita-cita terdalam di hati, yang dengan sebenarnya ingin aku wujudkan.

kapan, bagaimana? aku belum tahu….

aku belum tahu

Istri Shalehah

June 13th, 2008 by azhalea

Istri yang shalehah adalah yang mampu menghadirkan kebahagiaan di depan mata suaminya, walau hanya sekadar dengan pandangan mata kepadanya. Seorang istri diharapkan bisa menggali apa saja yang bisa menyempurnakan penampilannya, memperindah keadaannya di depan suami tercinta. Dengan demikian, suami akan merasa tenteram bila ada bersamanya.

Mendapatkan istri shalehah adalah idaman setiap lelaki. Karena memiliki istri yang shalehah lebih baik dari dunia beserta isinya. ”Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri shalehah.” (HR Muslim dan Ibnu Majah).

Di antara ciri istri shalehah adalah, pertama, melegakan hati suami bila dilihat. Rasulullah bersabda, ”Bagi seorang mukmin laki-laki, sesudah takwa kepada Allah SWT, maka tidak ada sesuatu yang paling berguna bagi dirinya, selain istri yang shalehah. Yaitu, taat bila diperintah, melegakan bila dilihat, ridha bila diberi yang sedikit, dan menjaga kehormatan diri dan suaminya, ketika suaminya pergi.” (HR Ibnu Majah).

Kedua, amanah. Rasulullah bersabda, ”Ada tiga macam keberuntungan (bagi seorang lelaki), yaitu: pertama, mempunyai istri yang shalehah, kalau kamu lihat melegakan dan kalau kamu tinggal pergi ia amanah serta menjaga kehormatan dirinya dan hartamu …” (HR Hakim).

Ketiga, istri shalehah mampu memberikan suasana teduh dan ketenangan berpikir dan berperasaan bagi suaminya. Allah SWT berfirman, ”Di antara tanda kekuasaan-Nya, yaitu Dia menciptakan pasangan untuk diri kamu dari jenis kamu sendiri, agar kamu dapat memperoleh ketenangan bersamanya. Sungguh di dalam hati yang demikian itu merupakan tanda-tanda (kekuasaan) Allah bagi kaum yang berpikir.”(QS Ar Rum : 21).

Beruntunglah bagi setiap lelaki yang memiliki istri shalehah, sebab ia bisa membantu memelihara akidah dan ibadah suaminya. Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa diberi istri yang shalehah, sesungguhnya ia telah diberi pertolongan (untuk) meraih separuh agamanya. Kemudian hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam memelihara separuh lainnya.” (HR Thabrani dan Hakim).

Namun, istri shalehah hadir untuk mendampingi suami yang juga shaleh. Kita, para suami, tidak bisa menuntut istri menjadi ‘yang terbaik’, sementara kita sendiri berlaku tidak baik. Mari memperbaiki diri untuk menjadi imam ideal bagi keluarga kita masing-masing.

(tulisan seseorang yg sedang mencari istri shalehah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar