Minggu, 04 Januari 2009

titik nada

bulir-bulir suara berbenturan saling merangkai
membentuk prosa melody yang dicatat di permukaan hidup
bunyi-bunyian yang menjadi roh dalam segala ungkapan yang dibeberkan
di dalam badan jasmani yaitu kata-kata ditulis atau disampaikan
entah berita itu akan bermuara ke sungai yang benar atau yang salah
sehingga malah menjadi percuma dan seolah menjadi kotoran di laut
dihujat sebelum dibersihkan dan dipuja beberapa saat dirobek dan dinajiskan
hanya karena satu kata "terlentang" saja dalam lariknya
orang bodoh pun kebanyakan hanya mendengar daripada membaca
sehingga apa yang disampaikan akan berlalu tanpa empati
dilupakan dan dikubur bahkan dikutuk dalam-dalam
padahal mereka yang mengabaikan apa yang menjadi pesan dan hanya didengar
pesan moral secarik demi secarik
dianggap remah dan bagian yang tak penting dari bunyi-bunyian
apabila kau ingin diundang pintu surga bukankah yang didalami maknanya?
bukan hanya asal membaca atau mendengar?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar